Potret Multikultural Dalam Perspektif Negara Kesatuan

multikultural

Demokrasi dalam Masyarakat Multikultural

Jika kita bersepakat untuk meletakkan multikulturalisme sebagai dasar membangun masyarakat dan bangsa Indonesia, maka demokrasi mutlak menjadi dasar berpijak dalam kehidupan bernegara. Dalam diskursus ilmiah mengenai demokrasi, selalu diwarnai oleh pertanyaan mengenai legitimasi kekuasaan negara atas rakyat. Gagasan bahwa rakyat dapat menentukan kebijakan-kebijakan negara, mulai lahir dengan bentuk yang masih sederhana. Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota (city state) Yunani Kuno pada abad ke-6 sampai abad ke-3 SM, merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warganegara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.

Singkatnya, perkembangan demokrasi dalam arti modern, baru menjadi suatu yang nyata (real), setelah masuknya sebuah unsur baru ke dalam wawasan para pemikir politik, yaitu prinsip perwakilan atau pemerintahan representatif. Demokrasi representatif itu muncul sebagai wacana, ketika munculnya dua peristiwa besar, yaitu revolusi anti kerajaan Inggris di Amerika yang menghasikan United States of America pada tahun 1776 dan revolusi Perancis tahun 1789. Kedua peristiwa ini mengukuhkan cita-cita kekuasaan di tangan rakyat, dengan didasari oleh ideologi baru, yaitu oleh paham kehendak umum

Setelah pola pemerintahan yang demokratis dikenal dalam berbagai sistem pemerintahan, timbul pula keinginan untuk menyelenggarakan hak-hak politik itu secara efektif. Untuk itu, timbul pula gagasan, bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekuasaan pemerintah ialah dengan suatu konstitusi, apakah ia berupa naskah (written constitution) atau tidak berupa naskah (unwritten constitution).

Konstitusi, menjamin hak-hak politik dan menjalankan pembagian kekuasaan negara, sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh kekuasaan parlemen dan lembagalembaga hukum. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme, sedangkan negara yang menganut gagasan ini dinamakan Constitutional State atau Rechtsstaat, dan konsep demokrasi yang dituangkan ke dalam konstitusi tersebut disebut sebagai demokrasi konstitusional.

Istilah “negara hukum” yang kita kenal sekarang, atau dikenal luas dengan Rechsstaat (Eropa Kontinental) dan Rule of Law (Anglo Saxon), merupakan suatu penamaan yang diberikan oleh para ahli hukum pada permulaan abad ke-20 terhadap gagasan konstitusionalisme

Jika kita kembali pada konteks kebudayaan Indonesia, maka demokrasi yang dikembangkan adalah Demokrasi Pancasila, yang menurut hemat saya telah terbukti sebagai common platform ideologis negarabangsa Indonesia yang paling tepat (feasible), sehingga cocok bagi kehidupan bangsa hari ini dan di masa datang. Sampai saat ini saya belum melihat alternatif common platform ideologis lain, yang tidak hanya dapat diterima (acceptable) bagi bangsa, tetapi juga cocok (viable) dalam perjalanan negara-bangsa Indonesia. Dengan posisi Pancasila yang demikian krusial, saya melihat urgensi yang mendesak untuk melakukan revitalisasi terhadap nilai-nilai Pancasila.

Terdapat tiga hal yang diwariskan oleh para pendiri bangsa Indonesia, yaitu negara yang dibentuk sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, falsafah dan landasan ideologi bangsa yaitu Pancasila, dan Konstitusi Negara yang dijabarkan dalam Undang-undang Dasar 1945.

Pancasila, yang sejak tahun 1945 telah dinyatakan sebagai dasar negara Republik Indonesia, mungkin memang masih memerlukan pendalaman dan penjabaran konseptual agar dapat menjadi sebuah paradigma yang handal. Pendalaman dan penjabaran ini amat urgen, karena amat sukar membayangkan akan adanya sebuah negara Indonesia, yang dalam segala segi amat majemuk tanpa dikaitkan dengan Pancasila. Nasionalisme Indonesia adalah suatu semangat, suatu tekad, dan suatu program aksi politik, suatu das Sollen.

Pancasila sesungguhnya adalah suatu faham yang berpendirian bahwa semua orang yang berkeinginan membentuk masa depan bersama di bawah lindungan suatu negara, tanpa membedakan suku, ras, agama ataupun golongan, adalah suatu bangsa. Seperti dikatakan Benedict Anderson, nation adalah suatu imagined community, sehingga kita harus memandang Pancasila bukan hanya merupakan ideologi negara, melainkan vision of state, yang dimaksudkan untuk memberi landasan filosofis bersama (common philosophycal ground) sebuah masyarakat plural yang modern, yaitu Masyarakat Indonesia

Namun demikian, perlu tetap diakui, bahwa sebagai landasan bermasyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama, baik sebagai warga negara ataupun sebagai warga masyarakat, serta tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain

Dewasa ini, penyaluran aspirasi politik masyarakat telah dapat diakomodasikan dalam sistem multipartai. Pada satu sisi, hal ini dapat mencerminkan perwujudan demokrasi, akan tetapi pada sisi lain dapat mengarah pada pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut pada akhirnya dapat diselewengkan dengan pembentukan kekuatan-kekuatan dengan memobilisasi kekuatan berdasarkan asas masing-masing. Hal ini dapat bermuara pada berkembangnya primordialisme sempit berdasarkan agama, etnis ataupun ras dan aspek kedaerahan lainnya.

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *